Jumat, 28 November 2014

KASUS LUMPUR LAPINDO SEBAGAI KEJAHATAN KORPORASI


A.     Prolog
            Kejahatan yang terjadi pada kasus sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah suatu kejahatan yang tidak berhenti ketika pelaku berhasil di jebloskan ke dalam penjara atau memberikan ganti kerugian. Kejahatan ini akan menimbulkan dampak yang akumulatif dan cenderung melahirkan suatu bentuk kejahatan baru. Destructive logging/perusakan hutan adalah contoh konkret yang selanjutnya dapat melahirkan rentetan bencana berupa banjir, longsor, kekeringan, gagal panen, gagal tanam dan kebakaran hutan. Bahkan dampak dari destructive logging dapat menimbulkan hilangnya nyawa dan harta benda bagi mereka yang tertimpa bencana ikutan tersebut.
            Kejahatan korporasi adalah tindak pidana yang dilakukan oleh dan oleh karena itu dapat dibebankan pada suatu korporasi karena aktivitasaktivitas pegawai atau karyawannya (seperti penetapan harga, pembuangan limbah), sering juga disebut sebagai “kejahatan kerah putih”.

B.     Kasus
            Banjir lumpur panas Lapindo di Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur yang terjadi sejak tanggal 27 Mei 2006. Semburan lumpur panas telah mengakibatkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta mempengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Lokasi semburan lumpur panas berada di Kecamatan Porong, di bagian selatan Kabupaten Sidoarjo, sekitar 12 kilometer sebelah selatan Kota Sidoarjo. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan di sebelah selatan. Lokasi semburan hanya berjarak 150-500 meter dari sumur BanjarPanji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas sebagai pelaksana teknis blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut.
            Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori yang berhubungan dengan asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur "kebetulan" terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Lokasi tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi.
Korporasi yang saat ini sedang mendapat sorotan atas dugaan pelanggaran terhadap lingkungan yang sedang terjadi adalah Lapindo brantas Inc. yang terkait dengan luapan lumpur dan gas di Porong Sidoarjo Jawa Timur. Telah 200 hari sejak pertama kali lumpur itu menyembur dari sumur galian milik Lapindo Brantas Inc., salah satu dari berbagai anak perusahaan milik PT. Energi Mega Persada Tbk (EMP). Lapindo Brantas didirikan khusus untuk mengeksploitasi sumur-sumur yang ada di Blok Brantas, dalam hal ini, Lapindo Brantas/EMP ibaratnya hanya sebagai operator, sedangkan saham Blok Brantas tersebut dimiliki bersama oleh PT. Energi Mega Persada Tbk, PT. Medco Energi Tbk, dan Santoz LTD-Australia Perusahaan-perusahaan yang menguasai saham di Lapindo Brantas/EMP merupakan perusahaan yang juga memiliki berbagai kilang minyak dan gas yang tersebar seantero Nusantara.
            Perbuatan pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas di blok Brantas yang telah terjadi selama beberapa periode eksplotasi ini telah membuat Lapindo Brantas menjadi tersangka utama dalam dugaan adanya pelanggaran terhadap UUPLH sekaligus penerapan sanksi pidana terhadap sangkaan terjadinya kejahatan korporasi oleh Lapindo Brantas, sampai saat ini menyebab dari semburan lumpur tersebut masih diselidiki oleh pihak yang berwenang, namun korban serta lingkungan yang rusak terus bertambah besar dan luas jumlahnya, tanpa ada yang tahu kapan lumpur tersebut akan berhenti menenggelamkan Kec. Porong dan sekitarnya. Yang sangat jelas terlihat saat ini adalah Lapindo Brantas/EMP sebagai pemegang hak
            eksploitasi dan eksplorasi dari BP Migas telah menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan, dalam UUPLH No. 23 Tahun 1997 hal ini telah melanggar Pasal 41 hingga Pasal 45 undangundang tersebut. Namun tentunya dalam hal Lapindo, jika nantinya tidak dapat ditemukan bahwa penyebab menyemburnya lumpur yang telah mengakibatkan bencana ini merupakan kealpaan atau kesengajaan dalam kegiatan pengeboran sudah tentu Lapindo sebagai korporasi tidak dapat dijatuhi hukuman. Dan hal ini akan membuat masyarakat yang mencari keadilan akan terkoyak.
3.      Kesimpulan Dampak Dari Lumpur Lapindo

·         Bahwa pelanggaran kejahatan ekonomi yang di timbulkan oleh korporasi (Lumpu Lapindo) telah mencemarkan lingkungan di sekitarnya, terlebih lagi telah menenggelamkan beberapa desa di sekitar bencana tersebut.
·         Bahwa semburan lumpur lapindo telah merugikan warga yang tempat tinggalnya terendam lumpur, dengan ganti rugi yang tidak menunjang kehidupan harus diperhatikan secara serius oleh pemerintah.
·         Bahwa subjek/petinggi korporasi harus bertanggungjawab atas terjadinya luapan lumpur lapindo yang menenggelamkan rumah warga.
·         Sebagai penegak hukum, seharusnya masalah seperti ini harus di tangani secara serius, karena permasalahan yang berkaitan dengan kejahatan korporasi tersangka sangat sulit di tangkap/pun di kenali.


Jumat, 14 November 2014

tugas softskill

Description: Kasus dalam bisnisDescription: Kasus dalam bisnis
Menurut saya dalam kasus Motorola ini telah terjadi pelanggaran etika bisnis terhadap TRANSPARANSI. Dimana Motorola tanpa sebab yang jelas telah meminta royalti sebesar 2.25% kepada Microsoft Corp atas pengunaan paten kompresi video dan teknologi WiFi. Disini pihak Motorola tidak beritikad baik ketika meminta royalti kepada Microsoft Corp. Serta tidak adanya transparansi dari pihak Motorola sebenarnya permintaan royalti tersebut untuk kepentinga apa?. Bahkan pihak Motorola melakukan tindakan mengancam / memberikan ancaman kepada pihak Microsoft Corp untuk meminta pengadilan menghentikan penjualan produk-produk Microsoft jika permintaan klaimnya tidak dibayar. Disini seperti yang dianjurkan oleh Dalimunthe (2004) bahwa dalam menciptakan etika bisnis harus ada Sikap Pengendalian diri dan Memelihara Kesepakatan. Seharusnya pihak Motorola harus mempunyai sikap pengendalian diri dengan tidak mengambil keuntungan dengan bermain curang atau memakan pihak lain dengan keuntungan tersebut. Serta Memelihara kesepakatan yang dari awal telah disetujui oleh pihak Motorola dan Microsoft Corp. Pihak Motorola seharusnya bersikap transparan kepada Microsoft Corp. Tentang klaim yang diajukan tersebut. Serta kepentingan atas dasar klaim tersebut untuk apa. Sehingga tetap terbina rasa saling percaya antara kedua belah pihak dan tidak saling menyalahkan satu sama lain.
Didalam kasus pelanggaran etika bisnis ini yaitu : Kasus Perang Hak paten yang dialami oleh Motorola dan Microsoft Corp ini pada akhirnya menemui titik terang setelah beberapa kali disidangkan.Didalam kasus pelanggaran bisnis yang dilakukan oleh pihak Motorola ini berakhir dengan adanya keputusan Hakim diperadilan bahwa Motorola harus membayar sebesar US$ 14 juta atau setengah dari apa yang diharapkan oleh Microsoft dan Hakim peradilan distrik memutuskan bahwa perusahaan raksasa software Microsoft Corp tetap bisa menjual produknya di Amerika Serikat. Motorola mengatakan bahwa Microsoft harus membayar US$ 4 miliar untuk penggunaan teknologi Motorola dan menerapkan royalty sebesar 2,25% dari harga produk. Namun Microsoft mengatakan bahwa nilai tersebut terlalu tinggi. Akhirnya hakim memutuskan bahwa Microsoft hanya harus membayar US$ 1,8 juta. Dengan adanya keputusan ini dikabarkan bahwa pihak Motorola akan mengajukan banding atas keputusan hakim tersebut.
Didalam menjalankan etika bisnis seringkali ditemukan wilayah abu-abu yang tidak diatur dalam hukum. Menurut Von der Embse dan R.A Wagley dalam artikelnya di Advance Manangement Journal (1988). Ada 3 pendekatan dasar dalam tingkah laku etika bisnis yaitu :
Utilitarian Approach : yaitu setiap tindakan yang harus didasarkan konsekuensinya. Dalam bertindak harusnya seseorang mengikuti cara-cara yang dapat memberikan manfaat sebesarnya bagi masayarakat
Individual Rights Approach : yaitu setiap orang dalam tindakan dan kelakuannnya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan / tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Setiap perusahaan harus menjalankan etika bisnis dengan baik . Jika etika dalam bisnis tidak laksanakan dengan baik dan penuh konsisten dan penuh konsekuensi maka perusahaan tersebut dengan sendirinya telah menghancurkan nama beserta reputasinya . Apalagi jika perusahaan tersebut sudah memiliki nilai reputasi internasional. Bisa juga menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan itu sendiri. Perlu untuk diketahui bahwa pada dasarnya praktek etika bisnis ini akan selalu menguntungkan perusahaan baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang

Selasa, 11 November 2014

KASUS ETIKA BISNIS PERUSAHAAN TERHADAP STAKEHOLDER




 Antara Perusahaan Dengan Konsumen

“Iklan Nissan March Masuk Pengadilan”

Konsumen merasa dikelabui iklan. Pengacara produsen anggap iklan sebagai cara ‘menggoda’ orang untuk membeli produk.
Iklan sebuah produk adalah bahasa pemasaran agar barang yang diperdagangkan laku. Namun, bahasa iklan tidak selalu seindah kenyataan. Konsumen acapkali merasa tertipu iklan.
Ludmilla Arief termasuk konsumen yang merasa dikelabui saat membeli kendaraan roda empat merek Nissan March. Jargon ‘city car’ dan ‘irit’ telah menarik minat perempuan berjilbab ini untuk membeli. Maret tahun lalu, Milla-- begitu Ludmilla Arief biasa disapa—membeli Nissan March di showroom Nissan Warung Buncit, Jakarta Selatan.
Sebulan menggunakan moda transportasi itu, Milla merasakan keganjilan. Ia merasa jargon ‘irit’ dalam iklan tak sesuai kenyataan, malah sebaliknya boros bahan bakar. Penasaran, Milla mencoba menelusuri kebenaran janji ‘irit’ tersebut. Dengan menghitung jarak tempuh kendaraan dan konsumsi bensin, dia meyakini kendaraan yang digunakannya boros bensin.
“Sampai sekarang saya ingin membuktikan kata-kata city car dan irit dari mobil itu,” ujarnya ditemui wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (10/4).
Setelah satu bulan pemakaian, Milla menemukan kenyataan butuh satu liter bensin untuk pemakaian mobil pada jarak 7,9 hingga 8,2 kilometer (km). Rute yang sering dilalui Milla adalah Buncit–Kuningan-Buncit. Semuanya di Jakarta Selatan. Hasil deteksi mandiri itu ditunjukkan ke Nissan cabang Warung Buncit dan Nissan cabang Halim.
Berdasarkan iklan yang dipampang di media online detik dan Kompas, Nissan March mengkonsumsi satu liter bensin untuk jarak bensin 21,8 km. Informasi serupa terdapat di brosur Nissan March. Karena itulah Milla berkeyakinan membeli satu unit untuk dipakai sehari-hari. “Di iklan itu ditulis berdasarkan hasil tes majalah Autobild edisi 197 tanpa mencantumkan rute kombinasi,” imbuhnya.
Pihak Nissan melakukan tiga kali pengujian setelah pemberitahuan Milla. Milla hanya ikut dua kali proses pengujian. Lantaran tak mendapatkan hasil, Milla meminta dilakukan tes langsung di jalan dengan mengikutsertakan saksi. “Saya berharap diadakan road test dengan ada saksi,” kata karyawati swasta itu.
Kasus ini akhirnya masuk ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Jakarta. Milla meminta tanggung jawab PT Nissan Motor Indonsia (NMI). Perjuangannya berhasil. Putusan BPSK 16 Februari lalu memenangkan Milla. BPSK menyatakan NMI melanggar Pasal 9 ayat (1) huruf k dan Pasal 10 huruf c Undang-Undang Perlindungan Konsumen. NMI diminta membatalkan transaksi, dan karenanya mengembalikan uang pembelian Rp150 juta.
Tak terima putusan BPSK, NMI mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang lanjutan pada 12 April ini sudah memasuki tahap kesimpulan. Dalam permohonan keberatannya, NMI meminta majelis hakim membatalkan putusan BPSK Jakarta.
Sebaliknya, kuasa hukum Milla, David ML Tobing, berharap majelis hakim menolak keberatan NMI. Ia meminta majelis menguatkan putusan BPSK. Dikatakan David, kliennya kecewa pada iklan produsen yang tak sesuai kenyataan.“Tidak ada kepastian angka di setiap iklan Nissan March dan tidak ada kondisi syarat tertentu. Lalu kenapa tiba-tiba iklan itu ke depannya berubah dengan menuliskan syarat rute kombinasi dan eco-driving. Ini berarti ada unsur manipulasi,” ujarnya usai persidangan.
Kuasa hukum NMI, Hinca Pandjaitan, menepis tudingan David. Menurut Hinca, tidak ada kesalahan dalam iklan produk Nissan March. Iklan dimaksud sudah sesuai prosedur, dan tidak membohongi konsumen. “Iklan Nissan jujur, ada datanya dan rujukannya. Kalau ada perubahan iklan, itu mungkin asumsi merek. Namanya iklan. Itu kan cara menggoda orang,” pungkasnya.

Analisis:
dalam kasus ini, pihak Nissan jelas- jelas telah menyalahi etika bisnis dengan melakukan penipuan iklan terhadap konsumen.  Karena pihak Nissan telah memberikan iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada dan konsumen yang telah membeli produk tersebut merasa dirugikan.


ETIKA PERUSAHAAN KEPADA PEKERJA

BenQ, KASUS PAILIT DALAM EKONOMI GLOBAL

Merjer bisnis telepon genggam perusahaan BenQ dan Siemens menjadi BenQ-Mobile awalnya bagai angin harapan, terutama bagi para pekerja pabrik di Jerman. Namun karena penjualan tidak menunjang dan banyak produk yang dipulangkan oleh pembelinya karena bermasalah, akibatnya dua pabrik BenQ, di Meksiko dan Taiwan, terpaksa ditutup. Karena itu BenQ melakukan restrukturisasi dan mem-PHK sejumlah pekerja.Hal ini sangat merugikan pihak buruh dan karyawan. Para pekerja merasa hanya dijadikan bahan mainan perusahaan yang tidak serius.


Analisis:
Dalam kasus ini menurut saya pihak BenQ tidak benar- benar melakukan pelanggaran etika terhadap para perkerja. Pasalnya hal tersebut dilakukan oleh pihak BenQ akibat perusahaan tidak mampu lagi bersaing dalam pasar. Bukan karena hal yang disengaja sehingga merugikan para pekerja. Pihak BenQ sudah berusaha semaksimal mungkin untuk membuat perusahaan itu bangkit namun usaha tersebut tetap tidak berhasil.